Tanah Karo, Sumatera Utara – Di tengah keindahan alam dan budaya yang kaya, masyarakat Karo memiliki sebuah legenda yang menyentuh hati, yaitu kisah Si Beru Dayang. Cerita ini mengisahkan pengorbanan seorang gadis yang menjadi asal mula padi, sumber kehidupan bagi masyarakat agraris di daerah tersebut.
Beru Dayang adalah seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama ibunya. Kehidupan mereka sederhana, namun penuh kasih sayang. Suatu ketika, desa mereka mengalami kelaparan yang parah. Penduduk desa berjuang untuk mendapatkan makanan, dan dalam keadaan putus asa, Beru Dayang rela mengorbankan dirinya demi kebaikan orang-orang di sekitarnya.
Tragedi dimulai ketika Beru Dayang meninggal dunia karena kelaparan. Sang ibu, yang tidak mampu menahan kesedihan, melompat ke sungai dan berubah menjadi ikan. Kepergian mereka meninggalkan duka yang mendalam bagi seluruh desa.
Namun, harapan muncul ketika beberapa anak kecil menemukan buah aneh di tepi sungai. Buah tersebut dibawa kepada raja desa, dan saat dibelah, terdengar suara gaib yang mengungkapkan bahwa buah itu adalah penjelmaan dari Beru Dayang. Suara tersebut memberikan petunjuk agar biji-biji dari buah itu ditanam.
Setelah ditanam, biji-biji tersebut tumbuh menjadi tanaman padi yang subur. Sejak saat itu, padi menjadi makanan pokok masyarakat Karo dan dianggap sebagai simbol pengorbanan Si Beru Dayang.
Kisah ini tidak hanya menjadi cerita turun-temurun, tetapi juga menyampaikan pesan moral tentang cinta dan pengorbanan. Hingga kini, legenda Si Beru Dayang tetap hidup dalam tradisi lisan masyarakat Karo dan menjadi bagian penting dari identitas budaya mereka.
Dengan demikian, padi tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol kehidupan yang lahir dari pengorbanan dan kasih sayang. Masyarakat Tanah Karo terus merayakan kisah ini sebagai pengingat akan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
SI BERU DAYANG
Kata yang empunya cerita dahulukala adalah sebuah kerajaan di Tanah Karo. Penduduknya belum mengenal padi, oleh karena itu dipergunakan buah kayu sebagai makanan. Maka diutus Dewatalah si Beru Dayang sebagai perantara kepada manusia, maka diciptakannyalah padi sebagai makanan.
Pada suatu hari adalah beberapa anak-anak berjalan-jalan sambil menggendong adik-adiknya, tiba-tiba mereka menemukan satu buah sebesar labu besarnya. Tidak diketahui anak-anak itu buah apa itu, oleh karena itu mereka masing-masing memanggil ibunya. Sampailah berita itu kepada raja, tetapi raja pun tidak juga mengetahui buah apa itu. Oleh karena itu dikumpulkan seluruh rakyatnya kalau-kalau ada yang mengetahuinya.
Maka terdengarlah suara dari angkasa katanya;
“Hai raja yang besar itulah si – Beru Dayang yang telah berubah menjadi tumbuh-tumbuhan. Si Beru Dayang itu adalah orang yang paling miskin. Beberapa bulan yang lalu si Beru Dayang mati di sini karena kelaparan tidak makan; ibunya pun kelaparan sangat pada waktu itu. Oleh karena itu ia tidak sanggup menolong anaknya selain daripada air matanya saja yang jatuh kepada anaknya yang belum besar itu. Si Beru Dayang mati di atas pangkuan ibunya. Setelah anaknya itu dikuburkannya pergilah ia. Ia merasa tidak ada lagi gunanya hidup karena anaknya itu sudah mati. Maka ia pun terjun ke sungai lalu menjadi ikan. Oleh karena itu peliharalah si Beru Dayang, potong-potonglah ia sampai halus kemudian tanamlah sampai ia subur kelak. Siapa yang memeliharanya kepadanya diberikan si Beru Dayang hasilnya.
Dia sangat rindu kepada ibunya oleh karena itu pertemukanlah ia dengan ibunya,” demikian kata suara itu.
Maka sejak itu dipelihara oranglah si Beru Dayang. Dipotong-potonglah buah itu sampai halus kemudian ditanam. Itulah sebabnya maka padi dinamai si Beru Dayang. Kalau masih bibit dinamai si Beru Dayang. Ketika berumur enam hari dinamai si Beru Dayang Merengget-engget, ketika berumur sebulan dinamai si Beru Dayang Meleduk si Beru Dayang Bumis. Pada waktu itu tibalah waktu menaburi padi. Yang menaburi padi itu adalah pemuda dan anak gadis. Tiga orang gadis dan tiga orang pula pemudanya. Semuanya berpakaian rapi dan bagus. Si pemuda membawa kitang1) yang berisi air tawar, si gadis membawa tumba beru-beru2) yang berisi air tawar daun simalem-malem, dan daun kalinjuang. 3) Setiap menaburi padi dengan air beserta ramuan-ramuan itu tadi si gadis berseru :
“Bangunlah engkau hari Beru Dayang, suburlah engkau, kami datang bersenang-senang (anak gadis dan pemuda), oleh karena itu suburlah engkau!”
Pada waktu padi bunting ia diberi makan, persis seperti manusia memberi makanan anak kepada perempuan yang sedang hamil tua. Dibuatlah makanan enak, yaitu gading, lemang, ikan emas dan lain-lain. Beberapa orang tua-tua pergi ke tengah-tengah padi membawa makanan yang telap disiapkan. Lalu bersernlah orang tua-tua itu memanggil padi.
“Mari Barn Dayang berkumpullah engkau semua; jangan terkejut engkau kami beri makan, makanan yang enak; bangunlah engkau, keluarlah buahmu seperti yang dikehendaki namamu sekarang Bern Dayang La Simbaken.”
Setelah buah padi keluar dinamailah si Bern Dayang Kumarkar Dunia. Setelah buah padi berisi air dinamailah si Bern Dayang Terhine-hine. Setelah buah padi berisi maka datang pulalah orang tua-tua pemilik ladang membawa tapak sirih lengkap dengan isinya, telur ayam, dan beras ke tengah ladang. Setelah sampai di tengah ladang, lalu menarik tiga rumpun padi dan mengikatnya menjadi satu. Lalu tapak sirih beserta isinya beras dan telur ayam tadi diletakkan di bawah padi yang diikatnya tadi kemudian ia pun makan sirih di situ. Setelah selesai makan sirih lalu ia pun berseru :
“Sekarang engkau bernama Beru Dayang Pemegahken karena buahmu telah berisi.” Setelah itu ia pun pulang ke rnmah membawa semua yang diletakkannya di bawah padi tadi yaitu tarak sirih beserta isinya, telur ayam dan beras.
Setelah masa menuai pada hampir tiba maka diadakanlah pesta memberi makan padi yang dinamai “merek page” 4). Diundanglah semua famili, bersama-sama berpesta makan besar. Setelah selesai makan di rumah maka orang-orang tua berangkat ke ladang memberi makan padi. Sampai di ladang dikelilingilah padi sambil berseru,
“Makanlah engkau, sudah kami siapkan makananmu dan sekarang engkau bernama si Beru Dayang Patunggungken.” Setelah padi selesai diberi makan pulanglah ke rumah. Sampai di rumah ditetapkanlah hari menuai padi.
Setelah menuai padi tiba maka berkumpullah semua ke ladang untuk menuai padi. Di situ berseru pulalah orang-orang tua,
“Sekarang engkau kami tunai namamu sekarang si Beru Dayang Pepulungken.” Setelah selesai maka dimulailah memotong padi. Setelah selesai dipotong lalu diirik. Setelah selesai diirik lalu dikumpulkan menjadi satu lalu berseru pulalah orang-orang tua.
“Sekarang engkau kami satukan menjadi banyaklah engkau, menggununglah engkau, namamu sekarang si Beru Dayang Petambunen.” Setelah selesai lalu diangin, setelah selesai diangin barulah dibawa ke rumah. Yang membawanya ke rumah pemuda dan anak gadis beriring-iringan. Setelah sampai di rumah dinamailah si Beru Dayang Pasinteken.
Setelah padi banyak karena selalu subur, terjadilah “elalu perang, sating bermusuhan oleh karena manusia tidak perlu lagi payah-payah mencari makanan untuk esok lusanya. Tapi oleh karena begitu lamanya peperangan itu, maka padi itu pun dibakar. Setelah padi itu habis maka aman pulalah kembali. Tiga kali terjadi keributan maka tiga kali pula si Beru Dayang mendatangi manusia untuk memberi benih padi. Pada yang ketiga kalinya si Beru Dayang memberi petuah kepada manusia, katanya,
“Jika waktu menanam tiba atau pun waktu memasukkannya ke dalam lumbung tepatlah pada waktu enkera, Budaha dan Aditia. Berikut setelah menanam padi tanamlah jawawut, jali kacang merah dan labu. Benih padi mintalah nanti kepada kalimbubu agar padi subur. Benih jawawut dan jali mintalah kepada anak beru dan tanamlah nanti sekeliling ladang karena anak beru sangat besar tanggung jawabnya kepada keluarga kalimbubu agar jangan retak rumah tangganya. Dan anak beru sedemikian itulah yang menjadi pagar seandainya ada niat buruk orang. Itulah maksudnya maka jawawut dan jali ditanam di sekeliling ladang. Bibit kacang merah diminta kepada saudara dan ditanam di tengah ladang. Saudara juga besar tanggung jawabnya dalam pertengkaran rumah tangga sama seperti kacang merah menopang kehidupan padi agar tidak tumbang di embus angin. Puang Kalimbubu pun sangat besar tanggung jawabnya menjada kerukunan rumah tangga.
Oleh karena itu bibit labu diminta kepada puang kalimbubu karena labu pun juga mengikat padi agar tidak patah diembus angin, agar padi itu kuat.
Seperti sudah dijelaskan tadi benih padi diminta kepada kalimbubu karena dari kalimbubu tuah kehidupan ini. Padi harus dipelihara dengan baik dan dihormati, kita harus saling sayang menyayangi sesamanya. Kita pelihara dia maka kita pun diberinya makan. Pada waktu panen tiba semua famili yang memberikan benih tadi diundang agar bersama-sama merasai panen itu. Jika hasilnya baik maka diucapkanlah terima kasih kepada si Beru Dayang. Jika hasilnya baik maka dimintalah belas kasihan si Beru Dayang.